Image Source :
Buku Bumi Manusia sempat dilarang beredar di era Order Baru selama hampir 39 tahun lamanya. Namun kisah yang menceritakan tentang sosok Minke yang ingin membawa perubahan di tanah Jawa agar tak melulu mengabdi pada bangsa Eropa diadaptasi dalam film yang digarap oleh Sutradara, Hanung Bramantyo.
Hal itu juga yang tampaknya mendorong perbedaan dari segi penyajian serta pengemasan cerita ke dalam sebuah media baru, dari buku ke film. Sepanjang sejarah adaptasi beda wahana -misalnya dari buku ke film-bukan perkara mudah untuk bisa memindahkan secara penuh cerita atau elemen.
Dalam konteks ini usaha Hanung untuk membumikan kisah Bumi Manusia patut
diapresiasi, meski dengan sejumlah catatan. Salman Aristo sebagai penulis
naskah pun cukup lengkap menghadirkan alur cerita serta karakter-karakter. Di
antaranya momen pertemuan Annelies (Mawar Eva de Jongh) dan Minke (Iqbaal
Ramadhan), kekaguman Minke pada Nyai Ontosoroh (Sha Ine Febriyanti),
diskriminasi terhadap pribumi, hingga perlawanan di pengadilan kulit putih.
Hanya saja, Hanung yang menargetkan pasar lebih luas khususnya generasi milenial, harus mengorbankan beberapa hal. Di antaranya, gejolak batin di balik kisah tokoh-tokohnya. Bahkan durasi film yang mencapai tiga jam nyatanya tidak cukup memenuhi seluruh elemen.
Film berdurasi 3 jam ini rupanya tak bisa secara utuh menggambarkan seluruh elemen yang ada di buku Bumi Manusia itu sendiri. Bagi penikmat film nasionalis, film Bumi Manusia bisa menjadi salah satu pilihan film yang dapat disaksikan bersama keluarga, kerabat dan kekasih tercinta.
Film Bumi Manusia kini sudah bisa disaksikan di Netflix Indonesia.
(Dindi)